Kamis, 07 Oktober 2010

Roro Kidul

MENJADI LEBIH KARENA PRIHATIN

Mitos atau legenda tentang seorang makhluk halus perempuan sangat cantik yang bernama Nyi Roro Kidul dijumpai hampir merata di Pulau Jawa. Bahkan mitos itupun juga dikenal oleh banyak orang bukan asli Pulau Jawa. Saking terkenalnya, seirama dengan maraknya tontonan berbau mistis, mitos Nyi Roro Kidul telah banyak diangkat sebagai cerita dalam sinetron dan film dalam berbagai versi.

Kehadiran Nyi Roro Kidul dalam alam berpikir manusia sekaligus perwujudannya dalam berbagai adat dan tradisi, terutama di Pulau Jawa, mau tidak mau menunjukkan bahwa makhluk yang dinamakan Nyi Roro Kidul tersebut memiliki suatu kelebihan yang besar yang tidak kelihatan alias gaib.

Berbagai fenomena yang menunjukkan bahwa “kekuatan” Nyi Roro Kidul hadir di tengah masyarakat antara lain adalah:

  • Setiap tanggal 6 April masyarakat di Pelabuhan Ratu, Sukabumi Selatan, selalu menggelar acara ritual yang dianggap sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada Nyai Roro Kidul. Ungkapan terima kasih itu diutarakan karena mereka beranggapan bahwa Nyai Roro Kidul telah melindungi mereka selama mengarungi Laut Selatan untuk menangkap ikan dan mencari kekayaan laut lainnya sebagai sumber mata pencarian mereka.
  • Hotel Samudra Beach Hotel (SBH) di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, menyediakan kamar nomor 308 (di lantai tiga) yang diperuntukan bagi Nyai Roro Kidul. Konon kamar tersebut disediakan atas perintah Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno/Soekarno. Sampai saat ini, kamar 308 tersebut masih dikeramatkan. Bahkan tidak sedikit yang sengaja menginap di kamar tersebut untuk bisa ‘bertemu’ dengan Nyai Roro Kidul. Biasanya, menurut petugas hotel SBH, kamar tersebut ramai dikunjungi pada Kamis malam dan Senin malam. Terlepas dari benar dan tidaknya cerita tersebut, yang jelas, cerita kamar 308 SBH itu telah terkenal ke mancanegara.
  • Hotel Ambarukma di Yogya, seperti halnya Hotel Samudra Beach di Sukabumi, juga menyediakan kamar tetap dan khusus untuk Nyai Roro Kidul dengan maksud yang kurang lebih sama.
  • Adanya kepercayaan bahwa jika ada orang hilang di Pantai Parangtritis, Yogya, maka orang tersebut hilang karena "diambil" oleh Nyi Roro Kidul.
  • Basuki Abdullah, pelukis istana kondang, pernah membuat lukisan Nyi Roro Kidul dalam ukuran besar. Konon sebelum melukis, sang maestro melakukan tirakat lebih dulu untuk bisa memperoleh penampakan makhluk gaib tersebut. Hal serupa juga pernah dilakukan saat Sibarani melukis wajah Si Singamangaraja XII.
  • Sekitar tujuh kilometer arah selatan Desa Plered, Kotagede, terletak Desa Ngrasawuni. Di arah timur dan timur laut desa ini, konon dahulu kala, pernah menjadi tempat raja pertama Mataram, Panembahan Senopati, berkencan dengan Nyi Roro Kidul. Petilasan yang dipercaya orang sebagai tempat yang dimaksud adalah gua dan bukit yang disebut Gunung Payung. Di bukit ini terdapat dua makam. Petilasan pertama adalah makam kuda sembrani, kuda bersayap kendaraan Senopati, yang bekas telapaknya tercetak pada "batu gilang" di dekat situ. Petilasan yang lainnya adalah "makam kama", yaitu makam sperma Senopati yang konon menetes di tanah pada bukit itu.
  • Masyarakat di Karang Bolong, Kebumen, mengadakan selamatan dan upacara, setiap kali sebelum turun ke gua untuk memungut sarang burung. Selamatan dan upacara tersebut dipersembahkan kepada Dewi Lampet. Dalam upacara ini dipergelarkan wayang kulit dengan lakon "Dewi Lampet", sebuah nama dan versi lain dari tokoh Dewi Laut Selatan yang satu itu juga, yaitu Nyi Roro Kidul.
  • Dalam satu bait tembang dalam karyanya yang berjudul "Wedatama", Mangkunegara IV (Penguasa Pura Mangkunegaran periode 1853-1881), melukiskan Nyi Roro Kidul sebagai berikut:
Wikan wengkuning samudra
Kederan wus den ideri
Kinemat kamoting driya
Rinegem sagegem dadi
Dumadya angratoni
Nenggih kang Ratu Kidul
nDedel nggayuh gegana
Umara marak marepek
Sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda

Artinya :

Tahu akan batas samudera
Semua telah dijelajahi
Dipesonanya masuk hati
Digenggam satu menjadi
Jadilah ia merajai
Syahdan Sang Ratu Kidul
Terbang tinggi mengangkasa
Lalu datang bersembah
Kalah perbawa terhadap Junjungan Mataram

  • Dahulu di pantai selatan Yogyakarta setiap menjelang senja hari, terutama di musim penghujan, hampir selalu terjadi apa yang orang menamainya "lampor", yaitu bunyi kentongan yang dipukul terus menerus, sambung menyambung dari rumah ke rumah, menjalar dari desa satu ke desa yang lain. Konon yang menjadi jalarannya, seseorang yang tinggal di pinggir Kali Progo mendengar bunyi gemerincing, lalu "berlari" menyongsong aliran sungai dari selatan ke arah utara. Bunyi gemerincing itu – menurut kepercayaan – berasal dari kuda-kuda penghela kereta kendaraan Nyi Roro Kidul, yang sedang lewat menuju lereng Gunung Merapi. Di gunung itu berdiam tangan kanan Nyi Roro, yang bernama Ki Dhiwut Merapi. Disebut "dhiwut", konon karena tokoh ini memiliki badan seperti raksasa dan berbulu lebat seperti kera. Dialah yang dianggap penjaga gunung berapi itu, agar kalau "marah" tidak memuntahkan laharnya ke arah selatan. Ki Dhiwut – menurut cerita tutur – adalah bayangkara setia kerajaan Mataram (Catatan : Pada zaman Jepang, penguasa Jepang merekayasa “lampor” untuk keperluan perang. Lampor sengaja diciptakan untuk mengelabui rakyat saat tentara Jepang mengangkut logistik atau barang lainnya sehingga tidak diketahui oleh masyarakat. Di zaman moderen saat ini, peristiwa lampor sudah tidak dijumpai lagi).
  • Para raja Yogya dan Solo, sampai sekarang satu kali setiap tahun, tetap melestarikan adat "labuhan" dalam bulan Sura, yaitu bulan pertama di dalam penanggalan Jawa. Dalam upacara tersebut, para raja mengirim sesaji dan benda-benda untuk dikorbankan ke Laut Selatan, sebagai persembahan bagi Nyi Roro Kidul. Upacara ini juga diselenggarakan setiap tahun saat raja di Keraton Yogyakarta berulang tahun.
  • Di Keraton Yogyakarta setiap tahun saat ulang tahun raja, diselenggarakan upacara di mana di dalamnya ada tarian Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang dipergelarkan untuk menghormati Nyi Roro Kidul. Sementara di Keraton Surakarta, tarian dengan maksud serupa, disebut Bedaya Ketawang, juga dipergelarkan setiap tahun saat raja memperingati hari penobatannya. Dalam tarian Bedaya Ketawang tersebut, sembilan orang penari – yang sebelumnya berpuasa dan tidak boleh dalam keadaan haid- mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa. Para penari seolah-olah mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan (raja). Menurut kepercayaan, sang Ratu Kidul memang secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.
  • Di komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, terdapat bangunan yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai lokasi pertemuan antara Sultan Yogyakarta dengan Ratu Pantai Selatan (Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul).

Peristiwa atau kejadian yang disebutkan di atas tidak lepas dari mitos mengenai asal muasal dan peranan Nyi Roro Kidul. Menurut legenda masyarakat Jawa Barat (Jabar), konon di Tatar Sunda pernah hidup seorang wanita bernama Puteri Kandita atau Dewi Srengenge. Ia adalah puteri Raja Pajajaran, Prabu Munding Wangi yang dikenal sakti. Sebagai raja, tentunya Prabu Munding Wangi memiliki banyak selir.

Konon, keberadaan banyak selir itulah yang membuat hidup Puteri Kandita menjadi menderita. Ia terpaksa ke luar dari istana ayahnya setelah wajahnya yang semula cantik menjadi buruk terkena guna-guna seorang selir bernama Dewi Mutiara. Hidup Puteri Kandita menjadi terlunta-lunta dan akhirnya terdampar di pantai selatan di Pelabuhan Ratu. Dalam kesedihannya itulah sang puteri bersemedi. Dalam semedinya ini, Puteri Kandita mendapat petunjuk gaib agar mandi di laut untuk mengobati wajahnya yang buruk.

Petunjuk itu dia kerjakan dan memang benar selagi mandi wajahnya menjadi cantik namun pada saat bersamaan pula iapun hilang ditelan gelombang air laut. Sejak itulah ia dipercayai sebagai ratu penguasa pantai selatan yang berjuluk Nyi Roro Kidul.

Sementara itu menurut babad yang menceritakan asal Kerajaan Mataram, tersebutlah kisah tentang seorang laki-laki yang bernama Danang Sutawijaya alias Mas Ngabehi Lor ing Pasar. Ia adalah putera angkat terkasih Sultan Pajang Adiwijaya (1546-1587M) yang berhasil menundukkan pemberontakan Adipati Jipang Panolan, Aria Panangsang.

Atas jasanya ini, Sultan Pajang memberikan hadiah sebidang tanah luas, berupa kawasan hutan yang disebut Hutan Mentaok. Kawasan hutan ini setelah dibuka dinamai Bumi Mataram yang kelak menjadi pusat Kerajaan Mataram.

Sebelum Hutan Mentaok dibuka, menurut babad tersebut, di situ telah berdiri suatu kerajaan yang tunduk kepada Majapahit. Kerajaan itu memang sebelumnya sudah bernama Mataram. Di masa senja Majapahit, singgasana keraton Mataram ini diduduki seorang ratu, yang bergelar Lara Kidul Dewi Nawangwulan. Disebutkan di situ bahwa Lara Kidul lahir dari dinasti Buda Kalacakra (Tantrayana), yakni anak dari Maharani Suhita dengan suaminya yang bernama Aji Ratna Pangkaja, raja Tanah Malayu. Kalau menurut dongeng, Lara Kidul Dewi Nawangwulan sebenarnya bukan anak perempuan Suhita. Ia adalah salah satu dari tujuh bidadari yang tidak bisa mengangkasa kembali gara-gara busananya dicuri dan disembunyikan di lumbung padi oleh Bondan Kejawan ketika mereka sedang asyik mandi di sebuah telaga.

Lara Kidul Dewi Nawangwulan menjadi menantu Hyang Purwawisesa/Bre Wengker, raja Majapahit (1456-1466), karena dijodohkan dengan Raden Bondan Kejawan alias Kidang Telangkas, putera hasil perkawinan Hyang Purwawisesa dengan Wandan Bodricemara.

Ratu Mataram berikutnya ialah Dewi Nawangsih, puteri Lara idul Dewi Nawangwulan dengan Bondan Kejawan. Penerus Nawangsih berikutnya adalah Ni Mas Ratu Angin Angin, yang kelak dimitoskan dan diberi gelar sebagai Nyai Lara Kidul.

Atas kehendak Sultan Adiwijaya, Ni Mas Ratu Angin-angin – yang dalam tubuhnya mengalir darah Majapahit - dikawinkan dengan Mas Danang Sutawijaya karena Adiwijaya mengharap agar Sutawijaya dan keturunannya kelak dapat menjadi penerus Pajang, yang kuat mengemban "Wahyu Majapahit". Sementara itu anaknya sendiri, Pangeran Banawa, hanya diangkat menjadi Adipati di Jipang Panolan, menggantikan Aria Penangsang yang telah tewas dalam perang melawan Sutawijaya.

Dalam babad dari versi lain yang juga menceritakan asal-muasal Kerajaan Mataram dikisahkan bahwa ada seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang wanita pertapa yang cantik bernama Ratna Suwida. Pertapa - yang menjadi penguasa spiritual di pantai selatan Jawa karena sejak muda mengasingkan diri untuk mendapatkan kelebihan lahir dan batin - tersebut memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Dalam pertemuan itu Joko Suruh jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa, yang ternyata adalah bibinya sendiri, menolak cintanya namun berjanji bahwa ia akan menikahi secara bergantian seluruh keturunan Joko Suruh yang menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi.

Sementara itu ada cerita rakyat versi lain. Di situ dikisahkan bahwa suatu saat Panembahan Senopati, raja Mataram, mengasingkan diri ke Pantai Selatan. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan seluruh kekuatannya dalam upaya mempersiapkan diri melawan kerajaan-kerajaan di bagian utara Pulau Jawa.

Meditasi Sang Panembahan rupanya menarik perhatian Nyi Roro Kidul yang selanjutnya berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam, Panembahan Senopati mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, disamping bercinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul di Pantai Parangkusumo, di selatan Yogyakarta.

Sejak saat itu, Ratu Kidul dianggap mulai berhubungan erat dengan Senopati dan keturunannya yang berkuasa. Mungkin karena itu maka di Parangkusumo setiap tahun selalu ada sesajian yang dipersembahkan oleh keturunan Senopati yang berkuasa melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.

Demikianlah kisah Nyi Roro Kidul dengan berbagai versinya. Dampaknya besar dan masih terasa di masyarakat hingga saat ini. Masyarakat menanggapinya antara tahyul dan logika, antara syirik dan iman. Tetapi hikmah yang dapat dipetik dari kisah atau mitos Nyi Roro Kidul dan dampaknya di masyarakat antara lain adalah:

  • Percaya atau tidak percaya tetapi fakta telah membuktikan, bahwa kepercayaan tentang Nyi Roro Kidul telah ada di masyarakat sejak lama. Ia dikisahkan sebagai mantan manusia yang berjenis kelamin wanita dan karena suatu sebab (mungkin karena penderitaan yang menyebabkannya bertapa) kemudian menjadi makhluk gaib yang perkasa (mempunyai kekuatan) supranatural. Sebagai makhluk halus, banyak orang percaya bahwa dia pernah dinikahi oleh manusia. Namun iapun juga ditakuti, dimintai bantuan dan mungkin pula disembah karena banyak orang seolah-olah terdorong untuk mengikuti berbagai hal yang seringkali sulit dimengerti oleh akal yang apabila tidak dilakukan / dipenuhi akan menyebabkan keresahan (ketidaktenangan).
  • Makhluk yang tidak terlihat, menurut agama, ada beberapa jenis, yakni malaikat, iblis, syaitan dan jin. Makhluk-makhluk itu masing-masing mempunyai kemampuan dan tugas yang berbeda. Di antaranya ada yang baik bahkan ada yang ditugasi membantu manusia. Setelah memahami tugas dan kemampuan para makhluk non manusia itu maka sampailah kita pada pertanyaan apakah Nyi Roro Kidul itu termasuk jenis makhluk yang mana ? Tentunya masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda.
  • Cerita atau mitos tentang Nyi Roro Kidul boleh dikatakan membawa dampak. Di samping dapat dipakai untuk membedakan manusia yang percaya atau tidak, juga membuka lapangan kerja, terutama di bidang wisata. Berbagai acara yang berkaitan dengan Nyi Roro Kidul banyak menarik kehadiran wisatawan, yang tentunya menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat.

Sastrawan Batangan, Januari 2008/Oktober 2010

Referensi :

  • Heddi Suhaedi, 2002. Misteri Nyai Roro Kidul, Daya Tarik Wisata Pelabuhan Ratu dalam Kompas, Kamis, 25 Juli 2002.
  • G.J. Resink, 1996. Tulisan tentang Nyi Roro Kidul (judulnya tidak jelas) yang dipaparkan di Yogya 1911 dan Jakarta 1996. Artikel ini ditulis dan diterbitkan di "Kompas Minggu" tahun 1982.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar