Minggu, 10 Juli 2011

Putri Harisbaya

Terpanah Asmara Sang Akang Geusan Ulun

Putri Harisbaya adalah puteri Madura (mungkin asalnya dari Arosbaya yang berada di Madura sebelah barat) yang di masa gadisnya pernah tinggal di Keraton Pajang/Demak. Tidak diketahui bagaimana ceritanya sehingga gadis cantik itu bisa berada di keraton. Apakah diserahkan sebagai upeti oleh penguasa Madura ataukah sebaliknya wanita yang sengaja dibawa dari Madura sebagai wanita pingitan. Atau ada kemungkinan lain ia memang telah berada lama di Pajang/Demak karena orang tuanya berada di sana.

Ia kemudian dihadiahkan oleh penguasa Jawa (Jawa Tengah) waktu itu kepada Panembahan Ratu (penguasa Cirebon antara tahun 1570-1650 M, yang beristana di Pakungwati) sebagai isteri kedua. Panembahan Ratu, lahir tahun 1547 dan meninggal tahun 1650, adalah cucu Fatahillah/Fadillah atau Faletehan[1].

Suatu saat, tahun 1585 M, Geusan Ulun Sumedang / Pangeran Angkawijaya (1558-1608 M), penguasa Sumedanglarang sejak tahun 1580[2], bersama pengawalnya pulang dari ibukota kerajaan di Jawa Tengah (kalau tidak Demak, mungkin Pajang atau Mataram) dan mampir di Keraton Pakungwati di Cirebon. Di situlah ia bersua dengan Putri Harisbaya. Entah bagaimana ceritanya, keduanya lantas memadu kasih[3].

Geusan Ulun Sumedang berhasil membawa lari Putri Harisbaya setelah meloloskan diri dari pengejaran para pengawal Cirebon. Sempat terjadi pertempuran di Cirebon, di tempat yang dikenal dengan nama Dago Jawa dan Sindang Jawa.

Geusan Ulun Sumedang dan Putri Harisbaya kemudian tinggal di Kutamaya. Pasukan Cirebon dikirim ke Kutamaya untuk merebut Putri Harisbaya namun tak berhasil karena dihadang oleh pasukan Sumedanglarang yang dipimpin Jaya Perkosa[4].

Cirebon-Sumedang berdamai setelah Sumedang menyerahkan daerah Sindangkasih kepada penguasa Cirebon sebagai pengganti talak Putri Harisbaya.

Tahun Mei 1587 Harisbaya dinikahi resmi oleh Geusan Ulun Sumedang. Perkawinan keduanya membuahkan beberapa anak yang sulungnya bernama Pangeran Suryadiwangsa.

Tahun 1608 Geusan Ulun Sumedang meninggal dan digantikan oleh Pangeran Suryadiwangsa (putera sulung Geusan Ulun Sumedang dengan Harisbaya). Sementara itu tidak ada kabar yang jelas mengenai kapan Puteri Harisbaya meninggal dan di mana dikebumikannya.

Suryadiwangsa menjadi penguasa Sumedang (1608-1624) namun ia dihukum mati di Mataram oleh Sultan Agung pada tahun 1624 M (tahun yang sama dengan penaklukan Madura oleh Mataram). Kedua puterinya tetap tinggal di Mataram, tidak boleh pulang ke Sumedanglarang. Sementara sepeninggal Suryadiwangsa, tahta Sumedanglarang diserahkan kepada Rangga Gede, anak Geusan Ulun Sumedang dengan Nyi Gedeng Waru.

Pelajaran yang dapat diperoleh dari kisah Putri Harisbaya di antaranya adalah :

· Kemungkinan cinta antara Geusan Ulun dengan Harisbaya sudah terjalin sejak mereka belum kawin, yaitu sewaktu mereka masih di Jawa Tengah. Namun rupanya nasib membawa masing-masing dalam keluarga dan urusannya sendiri-sendiri. Kenangan lama rupanya timbul kembali saat mereka bersua lagi sehingga terjadilah skandal yang ditinjau dari norma-norma kehidupan memang memalukan.

· Mungkin karena menjadi isteri kedua sementara jarak umur yang jauh antara Putri Harisbaya dengan Panembahan Ratu juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pelarian Putri Harisbaya

Sumber :

· Tim Penulisan Sejarah, 1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat Jilid Ketiga, Proyek Penerbitan sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi DT I Jawa Barat, 1984




[1] Panembahan Ratu (Pangeran Emas) adalah anak kedua Pangeran Suwarga dari isterinya Wanawati Raras. Anak-anak Pangeran Suwarga dan Wanawati Raras lainnya adalah Ratu Ayu Sakluh (kakak Panembahan Ratu dan mertua Sultan Agung), Pangeran Manis (adik Panembahan Ratu) dan Pangeran Wirasuta (adik Panembahan Ratu). Panembahan Ratu – yang kelak dipusarakan di Gunung Sembung / Gunung Jati, Cirebon - pernah tinggal di Pajang dan berguru pada Sultan Pajang Hadiwijaya selama 16 tahun (Tim Penulisan Sejarah, 1984).

[2] Geusan Ulun Sumedang menggantikan ayahnya, Pangeran Santri, yang wafat tahun 1579. (Tim Penulisan Sejarah, 1984)

[3] Diperkirakan bahwa sebelumnya, Putri Harisbaya dan Geusan Ulun Sumedang pernah bertemu saat keduanya berada di lingkungan keraton Pajang atau Demak. Di saat itulah sesungguhnya telah terjalin cinta namun nasib menentukan lain karena Putri Harisbaya – menurut catatan - dihadiahkan kepada Panembahan Ratu. Sementara itu Gesan Ulun kembali ke Sumedang (Tim Penulisan Sejarah, 1984)

[4] Jaya Perkosa adalah mantan panglima/senapati Kerajaan Pakuan. Riwayatnya sebagai berikut : Pada tahun 1578, Pakuan Pajajaran dihancurkan oleh pasukan gabungan Banten-Cirebon. Jaya Perkosa bersama 3 orang penting Pakuan lainnya (Wiradijaya/Nangganan, Kondang Hapa dan Pancar Buana), dengan membawa mahkota Pakuan, melarikan diri dan mengembara untuk mencari raja yang akan menggantikan Pakuan. Geusan Ulun Sumedanglah yang mereka harapkan dapat menjadi Raja Sunda sebagai pengganti Raja Pakuan Pajajaran yang telah sirna (Tim Penulisan Sejarah, 1984).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar