Minggu, 10 Juli 2011

Ratu Pandansari

Gagah Mendampingi Suami

Sultan Agung adalah raja Mataram yang tersohor. Terutama karena perjuangannya untuk merebut Batavia dari tangan VOC pada tahun 1628 dan 1629 walaupun kedua-duanya gagal. Sebelum dan sesudah serbuan ke Batavia itu, Sultan Agung pun juga dikenal telah mengirim pasukan ke berbagai wilayah, terutama di Jawa, untuk menguasainya[1].

Surabaya, yang waktu itu diperintah oleh Jayalengkara[2], diduduki Mataram tahun 1625[3]. Dengan jatuhnya Surabaya, Jawa Tengah dan Jawa Timur, kecuali Balambangan, berada dalam kekuasaan Mataram. Pada tahun 1625 itu, Pangeran Surabaya (Pangeran Pekik) dan keluarganya dibawa ke Mataram. Adipati Pajang dan Tumenggung Tambakboyo, yang sebelumnya berlindung di Surabaya, juga dibawa Mataram. Namun dalam perjalanan, Tumenggung Tambakboyo dibunuh di Pajang [4]

Pangeran Pekik kemudian dikawinkan dengan adik Sultan Agung, Ratu Pandan Sari, dan diangkat sebagai Bupati Surabaya. Perkawinan tersebut berlangsung tahun 1630 [5].

Ratu Pandansari/ RA Walik adalah isteri kedua Pangeran Pekik. Sebelumnya Pangeran Pekik- keturunan ke tujuh Sunan Ampel dan anak dari Jaya Lengkara, penguasa Surabaya – telah mempunyai seorang isteri yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur[6].

Setelah 5 tahun menikah, suatu saat Ratu Pandansari dipanggil oleh Sultan Agung, kakaknya, yang sedang sakit. Rupanya sang kakak sedang dirundung depresi karena setelah menyerbu ke mana-mana di Jawa Timur, hanya Girilah yang belum tunduk kepada Mataram. Apalagi Panembahan Agung, penguasa Giri yang juga buyut/cicit dari Sunan Giri, melindungi banyak pemberontak Mataram.

Sultan Agung lalu memerintahkan kepada Pangeran Pekik – lewat Ratu Pandansari- agar menyerbu Giri. Pangeran Pekik bersedia namun yang menjadi masalah Ratu Pandansari juga ingin besertanya dalam penyerbuan ke Giri.

Karena tetap nekad walaupun sebelumnya telah dilarang ikut, hati Pekik menjadi luruh dan akhirnya Ratu Pandansari diperbolehkan mendampingi suaminya menyerbu Keraton Giri.

Semula Pangeran Pekik dan pasukannya kalah, namun atas prakarsa dan taktik Ratu Pandansari – bahkan ikut maju di medan perang - akhirnya Mataram menang dan berhasil menaklukkan Giri tahun 1635. Menurut kisah saat Panembahan Agung Giri kalah dan menyerah, Pangeran Pekik menolak membunuhnya. Ia berkata bahwa kelak cucunyalah yang akan membunuh penguasa Giri tersebut.

Tidak diketahui kapan Ratu Pandansari meninggal. Justru suaminya dikabarkan meninggal dalam keadaan tragis. Menurut sejarah, Pekik dibunuh tahun awal 1559 atas perintah menantunya sendiri, Amangkurat I. Menurut kabar, ia difitnah oleh anak dari Panembahan Agung Giri yang pernah ditaklukkannya tahun 1635. Pangeran Pekik memang dikenal sangat melindungi cucunya (Amangkurat II) yang bermusuhan dengan bapaknya sendiri Amangkurat I. Kesayangan pada cucunya itu sangat terlihat terutama saat Pekik terpaksa harus melindunginya karena cucunya itu jatuh cinta kepada perempuan simpanan ayahandanya.

Pelajaran yang dapat ditarik dari kisah Ratu Pandansari dan keluarganya antara lain adalah sebagai berikut :

· Sebagai wanita adik raja, Ratu Pandansari rela menjadi isteri kedua dan ikut berperan dalam perang mendampingi suaminya

· Saat suaminya hampir kalah, Ratu Pandansari mampu membantu memikirkan taktik perang sehingga suami bersama pasukannya mampu bangkit dan kemudian meraih kemenangan.

Sumber :

· De Graaf, H.J., 1987. Puncak Kejayaan Mataram, Grafiti Press, Jakarta.

· De Graaf, H.J., 1987. Desintegrasi Mataram Di Bawah Mangkurat I, Grafiti Press, Jakarta.

· HJ De Graaf, dan TH G TH Pigeaud;1989. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Grafitipers, Jakarta



[1] De Graaf, H.J., 1987

[2] Pangeran Jaya Lengkara – ayah Pekik - mempunyai dua orang isteri. Yang pertama adalah Ratu Mas, wanita asal Kediri dan yang kedua adalah wanita asal Wirasaba (Mojoagung) yang tidak diketahui namanya (De Graaf, H.J., 1987).

[3] Pangeran Jaya Lengkara – ayah Pangeran Pekik - terpaksa takluk kepada Mataram karena Surabaya dikepung dan Kali Mas dibendung oleh tentara Mataram sehingga timbul wabah penyakit dan kekurangan air (De Graaf, H.J., 1987)..

[4] HJ De Graaf, dan TH G TH Pigeaud;1989.

[5] Menurut sejarah, Ratu Pandansari dijodohkan dengan Pangeran Pekik oleh Sultan Agung sebagai pengikat atas takluknya Surabaya kepada Mataram tahun 1625 (De Graaf, HJ., 1987)

[6] Anak perempuan Pangeran Pekik dari isteri pertamanya (yang berasal dari Lamongan) pada tahun 1633 kawin dengan Amangkurat I. Salah satu anak hasil perkawinan mereka adalah Raden Rahmat, orang yang kelak menjadi Amangkurat II (lahir sekitar tahun 1638). (De Graaf, HJ., 1987).

3 komentar:

tricksix mengatakan...

"IMAM FAQIH" atau lebih di kenal dengan nama PANGERAN PEKIK/M.MOKHAMAD FAQIH NUR SALEH/DJOKO BAGUS UMAR(SUNAN PEKIK). Beliau memiliki beberapa gelar semasa hidupnya diantaranya :

Raja Amangkurat Agung Kartosuro
Sunan Lamongan Kedua
Adipati Surabaya Pertama
Pangeran Anom

sukai fp kami: fb.com/sunanpekik

tricksix mengatakan...

"IMAM FAQIH" atau lebih di kenal dengan nama PANGERAN PEKIK/M.MOKHAMAD FAQIH NUR SALEH/DJOKO BAGUS UMAR(SUNAN PEKIK). Beliau memiliki beberapa gelar semasa hidupnya diantaranya :

Raja Amangkurat Agung Kartosuro
Sunan Lamongan Kedua
Adipati Surabaya Pertama
Pangeran Anom

sukai fp kami: fb.com/sunanpekik

Unknown mengatakan...

Nyi pandansari meninggal di daerah sukowati (sragen) dan dimakamkan di suatu desa dibagian utara sukowati, yang bernama desa GESI . Nama Desa Gesi itupun diambil dari makam nyi pandansari yang dipagari besi . Dalam bahasa jawa. PAGER WESI . Dan saat itu masyarakat meneyebut desa itu desa GESI (PAGER WESI)

Posting Komentar