Minggu, 10 Juli 2011

Suzana & Gusik Kusuma

Kekasih & Isteri Pemberi Semangat Untung Surapati

Penjajahan Belanda meninggalkan banyak sejarah dan kisah, di antaranya adalah kisah romatis, percintaan antara Suzana dan Untung Surapati.

Kisah Suzana dengan Untung Surapati memang amat sulit untuk dibedakan mana yang sejarah dan mana yang legenda. Kisah yang beredar menceritakan demikian romatisnya hubungan antara Untung, lelaki pribumi, dengan kekasihnya, Suzana/Suzanne, seorang wanita yang dikatakan asli berdarah Belanda.

Dari manakah asal Untung ? Sebuah sumber menyatakan bahwa Untung pernah menjadi budak keluarga Pieter Cnoll, seorang pedagang kepala dalam organisasi VOC di Batavia. Saat Pieter Cnoll meninggal 17 Pebruari 1672, Untung, yang disebut sebagai budak kesayangan yang antara lain bertugas membawakan payung, dilimpahkan kepada Cornelis Cnoll, putera tertua Pieter yang bengal. Cornelis rupanya kelewat bengis sampai membuat sang budak sakit hati dan lari.[1].

Menurut sumber lain, seorang militer Belanda / VOC bernama Kapten Van Baber dalam tugasnya memperoleh budak yang bagus rupanya. Ia dikabarkan seorang keturunan bangsawan Bali. Setelah Van baber dipindah ke Jakarta di mana suatu saat ia kesempitan uang, budak tersebut dijual kepada kenalannya yang kaya dan cukup terpandang di Batavia yang bernama Edeler Moor[2].

Edeler Moor dikabarkan sangat senang memperoleh budak ini. Ia berkeyakinan bahwa dengan adanya budak tersebut, ia bertambah maju, baik kekayaan maupun kedudukannya. Sebab itulah sang budak diberi nama Untung.

Karena keyakinannya itu maka Untung diangkat sebagai anak dengan tugas sehari-hari menemani anak Edeler Moor yang bernama Suzanne. Karena itulah kedudukan Untung di kalangan budak dan keluarga Edeller Moor dipandang cukup tinggi. Sebagai anak emas dari Edeler Moor.

Rupanya Suzanna jatuh hati dan mungkin juga Untung. Dikabarkan bahwa kekayaan Edeler Moor mengalir ke tangan Untung melalui Suzanne. Oleh Untung kemudian kekayaan tersebut dibagi-bagi kepada para budak dan orang lain. Nama Untung tentunya makin melambung.

Akhirnya Suzanne dan Untung kawin. Mungkin karena sebab perkawinan atau mungkin karena kekayaan Edeller Moor mengalir ke luar maka Edeler Moor marah. Untung ditangkap dan dipenjara. Sementara Suzanne dikirim untuk sementara ke sebuah pulau di Teluk Jakarta.

Untung berhasil kabur dari penjara dan sejak itulah ia bergabung dengan kaum pemberontak untuk melawan VOC[3].

Kebetulan di sekitar Batavia saat itu, sekitar tahun 1683-1684, banyak terdapat gerilyawan Banten yang bertempur melawan VOC[4].

VOC melihat bahwa Untung mempunyai kemampuan luar biasa dalam bertempur seperti halnya Belanda. Oleh sebab itu Untung dirayu untuk menjadi tentara Bekanda.

Rupanya Untung menerima tawaran itu. Ia lalu menjadi tentara Belanda dengan pangkat komandan yang memimpin anak buahnya sendiri, yang dahulunya gerilyawan.

Suatu saat Untung ditugaskan menangkap Pangeran Purbaya di sekitar daerah Gunung Gede, Jawa Barat. Saat Untung hendak menangkap Pangeran Purbaya dengan cara yang halus diplomatis, terjadi salah paham karena ada komandan Belanda, Kueffer, yang menghina Untung. Karena hinaan itu Untung membunuhnya. Ia pun lalu dianggap desersi sehingga tentara Belanda terus memburunya

Desember 1684, Pangeran Purbaya akhirnya menyerahkan diri kepada VOC di Tanjung Pura (dekat Karawang). Menurut kabar, Untung kemudian kawin dengan Gusik Kusuma, isteri Pangeran Purbaya. Apakah sebelumnya Gusik Kusuma telah jatuh cinta kepada Untung dan sebaliknya pun juga demikian ataukah karena alasan lainnya sehingga Pangeran Purbaya menyerah kepada Belanda? Tidak ada informasi yang jelas[5].

Tahun 1685 setelah bergerilya di Cirebon (sehingga mendapat tambahan nama Surapati dari Sultan Cirebon karena berhasil memberantas perampok pimpinan Surapati yang terkenal di Cirebon). Karena Sultan Cirebon tidak mau wilayahnya dijadikan bulan-bulanan oleh VOC, maka atas saran Sultan Cirebon Untung kemudian pergi ke Mataram lewat banyumas.

Di Kartasura Untung disambut sebagai pahlawan oleh banyak petinggi istana. Secara diam-diam Sunan Amangkurat II pun juga mendukung Untung Surapati sebab ia sedang menghadapi konflik dengan Pangeran Puger, pamannya, yang hendak menjadi raja dengan meminta dukungan VOC.

Februari tahun 1686 Untung berhasil mengalahkan pasukan Belanda yang datang hendak menangkapnya di Kartasura. Kapten Tack, pimpinan pasukan Belanda, mati terbunuh. Untuk menghindari resiko terhadap pembalasan Belanda setelah peristiwa itu, Untung kemudian mengungsi ke Kediri dan kemudian ke Pasuruan. Di kota yang disebut terakhir itu Untung membangun kerajaan dan berkuasa sekitar 20 tahunan di sana. Kelak September/Oktober 1706, Untung wafat saat Bangil/ Pasuruan diserbu Belanda[6].

Bagaimana dengan Suzanna ? Dikisahkan oleh sumber lain bahwa Suzanna mati muda. Anaknya dengan Untung, yaitu Robert, dipungut oleh keluarga Jacob van Reijn. Robert diceritakan jatuh cinta pada Digna yang ternyata adalah puteri dari Commissaris Tack yang tewas dibunuh Untung. Tidak berbeda dengan kisah cinta Untung dengan Suzanna sebelumnya, Robert dan Digna pun juga sempat terpisah. Robert akhirnya melarikan diri setelah mengetahui bahwa dirinya hanya anak pungut dan menjadi serdadu Belanda di tanah Hindia.

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini adalah :

· Perkawinan beda ras dan beda status ternyata memang tidak selalu mulus. Apalagi di zaman Untung ini, di mana perbedaan status antara “budak” dengan “tuan” sangat mencolok.

· Kalau Suzanna menderita karena cintanya, tidak demikian halnya dengan Gusik Kusuma. Wanita yang disebut terakhir ini mendampingi Untung sampai akhir hayatnya. Bahkan mungkin ia hidup lebih lama lagi bersama keturunannya walaupun ia dimadu.

Sumber :

· Melati Van Java, 1898. Dari Boedak Sampe Djadi Radja, Penerjemah: F Wiggers, Penerbit: Albrecht & Co (Batawi, 1898, Tebal: 402 hal (Jilid 1 dan 2) dikutip oleh nova christina/Litbang Kompas dalam Kompas Sabtu, 16 Agustus 2003

· ______, 1973. Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme. Editor Sartono Kartodirdjo. Departemen Pertahanan Kemananan Pusat Sejarah ABRI, Jakarta.

· Mattulada, 1992. Makassar Dalam Sejarah. Hasanuddin Press University. Makassar.

· Willem Remmelink, 2001. Perang Cina. Penerbit Jendela, Wates, Jogyakarta.

· Hamid Basyaib, 2002. Cornelia, Drama Janda Batavia, 5/10/2002, Yayasan Aksara, Jakarta (via internet)




[1] Untung lalu mengobarkan pemberontakan. VOC harus membayar mahal kebengalan yang diperbuat Cornelis. Selama 20 tahun berikutnya konglomerat itu menghabiskan ratusan ribu gulden dan ratusan nyawa pasukannya untuk menaklukkan Untung, yang mendirikan kerajaan di Jawa Timur dan mengganti nama menjadi Surapati (Hamid Basyaib, 2002)

[2] Menurut kabar lain, Untung Surapati adalah anak raja Mataram. Saat mengandung, ibu Untung dihibahkan oleh Raja kepada seorang penguasa daerah di Jawa Timur.

[3] Kisah Untung Surapati tidak hanya ditemukan dalam buku-buku tentang sejarah Indonesia saja. Di dalam naskah kuno, paling tidak ditemukan tiga kisah kepahlawan Surapati, yaitu Babad Surapati dari Jawa Barat, Jawa Timur dan Balambangan. Dibandingkan dengan kisah-kisah peperangan lainnya pada periode yang sama, sepak terjang Untung Surapati memiliki suatu keunikan. Kisah itu diwarnai dengan berbagai tragedi dalam kehidupan pribadinya. Karena menarik itulah, maka seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah tersebut dalam sebuah roman berbahasa Belanda dengan judul Van Slaaf Tot Vorst, terbit pada tahun 1887. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, penulis lokal, Abdoel Moeis, juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di Tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Penterjemah tersebut dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Terjemahan dari Van Slaaf Tot Vorst, yaitu Dari Boedak Sampe Djadi Radja disebut-sebut sebagai karya terpenting dari FH Wiggers.

[4] Di Banten terjadi pertempuran antara bapak dan anak, yakni Sultan Ageng Tirtayasa (bapak) melawan anaknya Pangeran Gusti/Sultan Haji. Belanda berada di belakang Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa menyerah kepada VOC tahun 1683 setelah sejak 12 Desember 1682 mengungsi ke pegunungan di Banten Selatan untuk bergerilya bersama Syekh Yusuf, dan Pangeran Purbaya. Syekh Yusuf, ulama Sulawesi, yang ikut melawan Belanda, menyerahkan diri di Desa Karang, Kabupaten Sukapura, 14 Desember 1683, karena tidak tahan melihat isteri dan anaknya disandera Belanda. Sebelum Syekh Yusuf tertangkap, Pangeran Purbaya, keluarga Sultan Banten, memisahkan diri dan bergerilya di daerah Cikalong (Bogor/Cianjur).

[5] Gusik Kusuma dikabarkan sangat membenci Belanda. Ia sangat kecewa ketika tahu Untung tunduk dan pasrah ketika dihina salah seorang serdadu rendahan Belanda. Akhirnya, setelah bersekongkol dengan Kiai Hemboong, orang tua kepercayaan Untung, Gusik berhasil memisahkan Untung dengan Suzanna. Ia pun akhirnya menjadi isteri Untung dan kelak mengantar sang suaminya ini menjadi raja tersohor.

[6] Keturunan Untung Surapati masih melakukan perlawanan terhadap Belanda di daerah Malang dan Jawa Timur bagian Timur. Mungkin keturunan tersebut adalah anak Untung dengan Gusik Kusuma. Di antara keturunan Untung itu ada yang bernama Mas Brahim, yang meninggal tahun 1742 di Pasuruan. Putera dan penerus Mas Brahim, Raden Arya Wiranagara, semula mengakui Sunan Pakubuwana II namun kemudian memberontak mengikuti jejak almarhum ayahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar